Muhadharah, Upaya Pesantren Mencetak Orator Ulung
hikayatsantri.photo |
Salah satu target pesantren adalah
mencetak santri yang ulung dalam berorasi. Yang tegas dalam menyeru ummat. Yang
kokoh saat menjadi pemimpin. Yang kuat mental saat menjadi kepercayaan ummat.
Untuk mencapai target tersebut,
pesantren menyuguhkan kegiatan muhadharah atau dalam bahasa
inggris disebut public speaking sebagai kegiatan ekstrakulrikuler.
Pesantren menargetkan alumninya menjadi orator-orator yang tangguh, dai’-dai
yang hebat yang menyeru ummat ini ke arah yang lebih baik. Apapun profesi
mereka kelak, alumni pesantren diharapkan harus selalu berada di garda paling
depan.
Pastinya pesantren selalu berharap
alumninya agar selalu menjadi yang terbaik, tapi di sisi lain pesantren juga tidak bisa menargetkan alumninya agar menjadi
ulama semua, ataupun guru semua. Tapi dengan segala kemampuan dan kelebihan
mereka masing-masing alumninya diharapkan bisa masuk ke dalam segala ranah kehidupan
dengan berbagai profesi. Dengan catatan, profesi tersebut tidak bertentangan
dengan nilai-nilai pendidikan pesantren.
Menjadi guru, jadilah guru yang
hebat, jadi ulama, jadilah ulama yang intelek, jadi ekonom, jadilah ekonom yang
visioner, jadi pejabat, jadilah pejabat yang amanah dan sebagainya.
Karena pesantren tidak bisa
memproduksi alumninya untuk menjadi guru semua, ulama semua, karena setiap
individu mereka ada bakat tersendiri. Pesantren memberi kebebasan kepada mereka
untuk memilih jalan hidup masing-masing dengan tetap mengamalkan nilai-nilai pendidikan
pesantren.
Nah, untuk memasuki posisi penting
nantinya dalam kehidupan masyarakat, tentu kita harus lebih unggul dari pada
yang lain. Pesantren mempersiapakn itu. Pesantren mendidik mental santri
melalui kegiatan muhadharah tadi. Pesantren mendidik santrinya untuk mampu
berdiri tegak didepan khalayak ramai. Pesantren mengarahkan santrinya untuk
menjadi pribadi yang tangguh.
Apapun profesi kita kelak, tentu kita
akan selalu berorasi. Menyampaikan sambutan sebagai kepala desa di depan warga.
Menyampaikan materi kuliah kepada mahasiwa sebagai dosen. Menyampaikan dakwah
kepada di antara jutaan ummat sebagai dai/ulama. Bahkan mempresentasikan
makalah, skripsi, produk, jasa dan sebagainya. Semua itu membutuhkan keahlian
dalam berorasi dan berkomunikasi.
Masyarakat kurang menghargai, bahkan
tidak mendengar di saat orasi kita tidak jelas, tidak tegas, tidak lantang,
tidak berpengaruh. Maka melalui kegiatan muhadharah santri inilah, menjadi
salah satu upaya pesantren mewujudkan semua itu.
Seorang Mus’ab bin Umar tidak akan
dipilih oleh Rasulullah menjadi duta pertama ke Kota Madinah jikalau ia tidak
mahir dalam berkomunikasi dan retorika yang hebat. Seorang Zainuddin Mz tidak
akan menjadi da’i sejuta ummat jikalau dakwahnya kurang menarik, AA Gym tidak
akan sukses Pesantren Darut Tauhidnya dengan beserta program managemen qalbunya
jikalau penyampaiannya tidak mengugah. Seorang Jokowi pun tidak akan dipilih
menjadi presiden jikalau orasi politiknya tidak berpengaruh. Ada banyak orang
sukses di dunia ini dimulai dari orasi, komunikasi dan retorika yang hebat.
Tidak habis disitu, pesantren juga
mendidik santrinya untuk menjadi orator yang penuh dengan kesiapan materinya.
Mereka diwajibkan untuk membuat teks pidato terlebih dahulu sebelum tampil pada
waktu yang telah ditentukan, kemudian teksnya di serahkan kepada supervisor
atau gurunya untuk di perbaiki, di ishlah jika ada hal yang salah atau kurang
tepat. Karena mejadi orator juga harus punya target dari apa yang ia sampaikan,
dan catatan itu sangat penting. Karena manusia diantara kesalahan dan kelupaan.
Selama kita menjadi pemimpin, tentu
tidak selalu menjadi orator. Pasti kita akan menjadi audience ataupun penonton
suatu saat nanti. Karena kita tidak selamanya berkuasa, kadang di bawah kadan diatas.
Pesantren pun, mendidik santrinya bagaimana menjadi audience yang baik, yang
selalu menghargai temannya yang sedang berpidato, yang menyimak dengan baik apa
yang temannya sampaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap isi
pidato tersebut.
Lebih dari itu pesantren juga
mengatur tentang pakaian seorang orator. Bagi santri yang menjadi orator, maka
mereka harus menggunakan pakaian yang lebih rapi dari pada audience. Karena
pakaian seorang orator akan menentukan keseriusan, kepercayaan diri yang kuat
dan menjadi pemicu kita terlihat elegan sebelum mulai berpidato. Karena Libasukum
Yukrimukum Qabla Julusukum, wa ‘ilmukum yukrimukum ba’dal Julus, artinya
kamu akan dihargai sebelum kamu duduk karena pakaianmu, dan kamu akan dihargai
karena ilmumu/pengetahuan/sopan santun setelah kamu duduk.
Mendidik mental santri sangat
penting. Mental yang kuat akan membuat mereka mampu bertahan dalam segala
keadaan. Latihan Muhadharah ini salah satu upaya pesantren untuk melahirkan
santri-santri yang bermental baja, yang mahir dalam berkomunikasi, beretorika
yang dapat menggugah dan mengubah.
Sekian !