Amaliyah Tadris, Cara Pesantren Melahirkan Guru Yang Profesional
Salah satu program pesantren untuk
melahirkan guru-guru handal adalah Amaliyah Tadris atau sering disebut dengan Micro
Teaching (Praktek Mengajar). Biasanya, program ini berlaku untuk santri
kelas akhir yang segera mengakhiri pendidikannya di pesantren. Amaliyah Tadris ini
sendiri bertujuan agar para santrinya memiliki bekal dalam mengajar. Meskipun nantinya
tidak semua dari mereka menjadi guru, karena mengajar tidak harus menjadi guru.
Nah, dengan adanya program Amaliyah
Tadris ini para santri sangat diuntungkan sebenarnya, soalnya program ini
biasanya dilakukan oleh tingkat kampus kepada mahasiswa yang kuliah di bidang
keguruan. Tapi pesantren sudah duluan mengenalinya kepada santri agar mereka
terampil mengajar setelah menjadi alumni. Memang belum sempurna menjadi seorang
guru setelah mengikuti amaliyah tadris tersebut,tapi paling tidak mereka sudah
memilki wawasan bagaimana menjadi guru sebenarnya, dan kemudian mereka akan
mempelajarinya kembali agar terus berkembang kemampuannya dalam mengajar.
Baca Juga :
Selagi Nyantri Belajarlah Sungguh-Sungguh, Jangan Nyesal Setelah Jadi Alumni
Selain keterampilan dalam mengajar,
Amaliyah Tadris ini sudah tentu mendidik mentalitas santri. Dari sekian banyak
santri sudah pasti ada diantara mereka yang mentalnya masih kurang. Amaliyah
Tadris membuktikan semua dan menjadi tuntutan, mau tidak mau, bisa tidak bisa,
ada mental atau tidak, wajib dan harus bisa mengajar berdiri didepan seluruh
murid.
Amaliyah Tadris tak semudah yang
dibayangkan loh ! selain mental, buat i’dadnya aja penuh tantangan luar biasa
Dalam pelaksanaannya tidaklah gampang,
karena para santri ini diwajibkan untuk membuat persiapan atau sering disebut dengan
istilah “idad Tadris” atau yang dikenal dengan RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran). Sudah tentu jauh sebelum membuat RPP tersebut mereka sudah
terlebih dahulu dibimbing oleh musyrif atau guru pembimbing
masing-masing.
Baca Juga :
3 Tempat Ini Santri Sering Tertidur, Nomor 2 Paling Tidak Masuk Akal
Menurut penulis sendiri, saat Amaliyah
tadris inilah moment menjadi guru yang paling sempurna. Kenapa tidak? Karena sebelum
mengajar para santri sudah dibimbing terlebih dahulu, kemudian membuat
persiapan yang matang, materinya, strategi mengajarnya, media yang digunakan
dan sebagainya. Itupun proses pembuatan ‘Idad Tadris tidak berjalan semudah
yang kita bayangkan. I’dad tersebut melalui berbagai tahapan, perbaikan dan
koreksian, bimbingannya tidak jauh beda dengan bimbingan skripsi.
Yang sebelumnya kurang tertarik dengan
dunia belajar mengajar, harus terpaksa menarik dan berusaha menjadi guru yang
baik. Berbagai persiapan pun dilakukan
Tuh lihat mata teman-temanya memperhatikan yang sedang mengajar |
Tidak cukup sampai disitu (I’dad Tadris),
mereka (santri) juga dituntut untuk mempersiapkan metode atau media mengajar
yang sesuai, agar para murid harus lebih mudah memahami pelajaran. Kemudian perjuangan
pun tidak berhenti disitu, kemudian para santri juga mempersiapkan bahasa untuk
menjelaskan pelajaran, baik itu bahasa arab maupun inggris tergantung pelajaran
yang diambil, yang jelas tidak ada bahasa indonesia. #walah
Selesai di tahap persiapan I’dad Tadris
ditambah lagi dengan mentalitas yang harus kuat saat praktek mengajar. Karena
disaat praktek berlangsung para santri calon guru ini akan dievaluasi habis-habisan
oleh pembimbing dan teman-temannya yang berdiri berjejeran menyaksikan si calon
guru sedang mengajar.
Baca Juga :
Santri, Disaat Kamu Mulai Merasa Malas Belajar, Ingatlah Bahwa Orangtuamu di Rumah Sedang Berjuang Untukmu
ini dia lembaran Dars Naqd (Observasi dan Evaluasi Guru Mengajar) |
Para santri calon guru ini dilihat, diperhatikan, dinilai
mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, mulai dari mulainya belajar hingga
akhir, sikap dan sopan santun guru termasuk cara berpartisipasi dangan murid,
semua temannya akan menjadi tim asesor saat itu. Bergitupun sebaliknya, saat
yang lain mengajar, mereka saling menilai dan mengevaluasi. Hingga akhirnya
masuklah ketahap evaluasi bersama atau sering disebut dengan istilah Darsu An-Naqdi”
(Evaluasi Proses Pengajaran). Disitulah santri
calon guru tadi dibantai habis-habisan dengan kritikan atas kesalahan yang
dilakukan saat mengajar tadi, tentunya kritikan tersebut bersifat membangun
untuk perbaikan ke arah yang lebih baik kedepannya.
Ini dia empat hal yang
sangat diperhatikan oleh pembimbing dan teman-teman yang menilai sangat proses
pembelajaran berlangsung.
Pertama, Thariqah (Cara mengajar)
Berbicara mengenai cara mengajar kita harus membaca
istilah paling terkenal yang dikembangkan oleh Kyai-Kyai Pondok Modern Gontor
dalam mendidik santrinya, yaitu at-thariqah
ahammu mina-l-maddah, wa al-mudarris ahammu mina-t-thariqah, wa ruhu-l-mudarris
ahammu mina-l-mudarris nafsihi. Yang artinya adalah Metode lebih penting dari
pada Materi, Guru lebih penting dari pada metode dan ruh atau jiwa guru itu
sendiri lebih oenting dari pada gurunya.
Maka sudah
pasti metode sangat penting diperhatika oleh guru agar pelajarannya mudah diterima
oleh muridnya, dan kecerdasan guru dalam mencari metode yang sesuai sebuah
tuntutan, karena tidak semua murid bisa menerima pelajaran dengan mudah dan
guru harus memahami bahwa kecerdasan dan kemampuan murid itu berbeda-beda.
Kedua, Maadah (Materi)
Dan ini sudah jelas. Kalau tidak
ada materi memnagnya mau ajarin apa ke
muridnya? Cerita atau nasehat yang berisi motivasi atau Tasji’ Ghonam istilah
ma’hadinya. #haha
Tapi, mempersiapkan materi yang
baik harus selalu diperhatikan. Dipermudah penjelasannya, kemudian haru teliti
dalam menulis materinya, menjelaskan dan sebagainya. Agar ilmu yang diterima oleh murid tidak sesat dan menyesatkan.