Hikayatsantri.com- Ibarat air laut,
sebanyak apapun sampah di lautan pasti akan terdepak ke daratan. Pun begitu
dengan pesantren—sehebat apapun pelanggaran yang dilakukan santri pasti akan ketahuan.
Begitulah pesantren, ia senantiasa
menyisihkan setiap kemaksiatan(baca : pelanggaran) yang terjadi. Makanya tak ayal, banyak yang
menyebutkan bahwa pesantren itu ibarat
penjara suci—yang terkurung tapi hidup. Kesuciaannya mampu mendeteksi setiap
santrinya yang tidak mengindahkan setiap peraturan.
Biasanya santri sangat mahir membaca keadaan. Kapan waktu yang tepat
untuk melanggar.
Ini hal
penting bagi santri. Berpikir sebelum melompat, artinya mereka terlebih dahulu
membaca keadaan sebelum melanggar. Jika kondisinya sudah memungkinkan, maka
mereka tak mau berlama-lama dan segera mengambil langkah panjang. Terkadang
naas, saat langkah mereka mulai bergerak tak disangka-sangka sudah ada ustadz
didepannya. Semahir-mahirnnya santri melihat peluang—terkadang lebih lihai
ustadznya lagi , karena ustadznya juga pernah merasakan menjadi santri—jadi
setiap gerak gerik santri sudah terbaca.
Untuk
memperkecil angka pelanggaran, pesantren biasanya memberlakukan sistem absen,
di asrama ada absen, di mesjid ada absen, apapun kegiatannya pasti di absen.
Namun tak dapat dipungkiri, memang ada disiplin yang dilanggar oleh santri yang
tidak ketahuan saat mereka mulai beraksi, tapi pada akhir-akhir akan ketahuan.
Mengambil kesempatan dalam kesempitan santri rajanya.
Istilah kalau bukan sekarang kapan lagi masih sangat kental mereka pegang
Sebenarnya hal ini terjadi tak
mesti pada santri, sama siapa saja bisa saja terjadi, minum air sambil menyelam
—berusaha mengambil manfaat dari suatu pekerjaan yang sedang ia kerjakan.
Sikap kehati-hatian para ustadz
sangat dituntut disini—terkadang mereka menggunakan kesempatan disaat waktu
yang tidak disangka-sangka, tidak salah seperti jargon Bang Napi yang cukup
dikenal, kejahatan terjadi bukan karena niat pelaku, tapi karena ada
kesempatan.
Bincangsantri.com menyebutkan dalam situsnya bahwa santri itu memiliki
pola tersendiri—mereka memilki kode tertentu antar sesamanya. Mereka kerap berusaha
sebaik mungkin mencari tempat yang lumayan rahasia tidak diketahui oleh santri
yang lain.
Namun, lagi-lagi pasti akan
ketahuan pada akhir perjalanannya. Dominannya adalah tidak ada pelanggaran yang
tidak diketahui oleh ustadnya maupun ustazahnya.
Santri sangat mahir mencari alasan, bahkan mereka bisa mendapatkan sejuta
alasan dalam waktu yang singkat
Misalnya saat mereka terlambat ke
mesjid, disitu akan lahit ribuan alasan bisa dikemukan biar tidak dapat
hukuman. Mereka akan terus berpikir dan berpikir mencari jawaban yang tepat,
biar alasannya diterima tanpa cacat.
Bukan melatih diri untuk berbohong sebenarnya,
karena kalau kita lihat dari aspek yang ia langgar tidak terlalu berat.
Misalnya terlambat ke mesjid tadi, hanya jarak lima langkah mau sampai sudah
bel, otomatis ia tetap dihitung terlambat, disitulah mereka berusaha member
sedikit alasan yang sedikit rasional.
Didalam kehidupan, para santri
tidak mudah kehabisan ide dalam berbuat. Ketika suata masalah tidak dapat
dikerjakan dengan plan A, maka mereka tidak berhenti disitu, tapi mencari
solusi yang lain dengan plan B. Ada saja ide yang datang untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Pada
dasarnya, tidak ada pelanggaran kalau tidak ada disiplin. Dan ini mutlak benar.
Mengingat karena disiplinlah hidup ini lebih terarah. Di pesantren,
rasa-rasanya sangat tidak sah jadi santri kalau tidak melanggar disiplin,
karena terkadanh distulah pelajaran hidup yang didapatkan. Namun, hal ini tak
dapat dilupakan, bahwa pesantren itu suci, apapun pelanggaran pasti akan
ketahuan, cepat atau lambat.
Bagikan
Pesantren itu Suci, Apapun Disiplin yang Dilanggar oleh Santri Pasti Ketahuan
4/
5
Oleh
Hikayat Santri